Terdampar di Hongkong


Sehari semalam di Hongkong, kami mendapati beberapa kejadian yang lucu. Saya berharap peristiwa ini hanya sebagai lelucon saja di saat hari-hari anda yang penuh dengan keseriusan. Ada beberapa kejadian yang lucu ketika saya pergi ke Hongkong. Pertama saya pergi ke Hongkong menggunakan bus. Karena saya belum tahu dimana akan menginap, maka saya pikir turun di terminal terakhir saja. Satu persatu penumpang turun tigal saya dan teman yang belum turun. Eeeeee gak berapa lama ketika bus berada di pusat pertokoan, dengan nada yang agak tinggi supir bicara yang intinya menyuruh kami turun. So, kami jadi ketewa sambil bengong-bengong” iki piye to mas kok turun disini gak diterminal” kata temanku sambil ngakak.
“ ya, beginilah nasib, jika pergi tidak ada yang dituju. Masih untung kita diturunkan di tempat keramaian. Coba jika diturunkan ditengah-tengah “bulak” kataku sambil ngakak. “ Ya, pergi tanpa tujuan saja, begini rasanya. Terus bagaimana ya, jika hidup tanpa tujuan”

Kejadian kedua, ketika mencari hotel, setelah agak lama berjalan sambil menikmati kota Kowloon, tepatnya Bongkok, kami mendapatkan hotel yang cukup bagus bintang 4, namanya Metro Park Hotel. “Okelah kita nginap disini saja” kata temanku. Ternyata taripnya cukup mahal. Apalagi jika dibandingkan dengan hotel di Shenzhen 10 x lipatnya. Memang di Shenzen Hotel bintang 3. tetapi yang lucu adalah, Hotel bintang 4 ruangannya sudah sempit, mau pakai internet saja masih bayar. $30, per 3 jam. “ Dasar Hotel katro, masa pakai internet masih bayar lagi. Oh ternyata Hongkong, masih deso, di Cikarang saja restoran ada yang pakai Hotspot, dan gratis lagi ” kami saling melemparkan kata-kata yang lucu, dan ketawa terbahak-bahak.

Kejadian ketiga, ketika mau mencari oleh-oleh untuk keluarga. “ apa mas oleh-oleh yang dapat kita kasih ke keluarga?” tanyaku pada mas Andi, “ Kita cari kaos atau baju saja, yang ada tulisan Hongkong ya” kata mas Andi.
“ Ya benar “ Kataku.
Akhirnya, selepas maghrib kami, jalan-jalan. Eeee ternyata tidak jauh dari Hotel tempat kami menginap, jalan yang siangnya sibuk lalu lintas dijadikan pasar malam yang meriah sekali. Apa yang kami cari semuanya ada di situ. “ How much ?” kata mas Andi setelah melihat kaos yang bertuliskan dan bergambar Hongkong. “ se ta hu he” kata penjual, tak tahulah, apa yang mereka katakan
“ What?” Kami tidak paham, apa yang dia ucapkan karena bicaranya cepat sekali dan kurang jelas. Disamping inggris kami yang sangat terbatas. Akhirnya penjual tersebut mengetik harganya di kalkulator, $ 85. “ twenty.” Kataku menewar Penjual menurunkan penawarannya. Namun kami tetap tak bergeming, sambil pura-pura mau pergi. Eeee ternyata dikasih.
“ Ooooo mas berarti kita harus menawar ¼ x nya”
Kemudian kami berlalu mencari barang-barang lain. Jatuhlah pandangan kami ke baju perempuan untuk oleh-oleh sang istri.
“ How much” tanya mas Andi.
“three hundred eighty” kata sang penjual
“ one hundred” kata mas Andi.

“ Chow chow cow” kata penjual dengan nada keras sambil melempar kalkulator. Dia kelihatan marah, sambil tangannya menyuruh kami pergi. Kami akhirnya ketawa ngakak” gila mas. Dia gila. Ayo kita pergi. Masa turis diusir” kata mas Andi.
Ternyata pedagang di pasar malem itu semuanya hampir seperti itu. Dia menggunakan teknik marah-marah untuk menjatuhkan mental pembelinya. Namun kami tetap cuek saja, sambil ketawa-tawa.

Kejadian ke empat. Pagi hari kami menyempatkan diri jalan-jalan. Sepanjang jalan yang kami lewati semuanya diapit oleh gedung yang megah dan menjulang tinggi. Enak dipakai untuk jalan-jalan karena tidak banyak mobil berlalu-lalang. Akhhirnya kami sampai dibalik kerumunan gedung-gedung tinggi tersebut. Kami menemukan tempat seperti pasar induk. Eeeee ternyata, pasarnya sangat kumuh dan atapnya seng yang sudah karatan. So ternyata disisi lain Hongkong tidak seperti yang kami bayangkan, maju, dan modern. “Eeee ternyata katro juga mas” kata mas andi, yang suka mengelurkan kata-kata lucu, sambil ngakak.


Kejadian ke lima ketika di stasion kereta bawah tanah. Jika beli tiket kereta mesti melalui mesin. Agar tidak salah saya perhatikan orang lain yang sedang membli tiket. Mereka menentukan tujuan, lalu munjullah jumlah uang yang mesti dibayar. Kemudian dimasukkanya uang satu persatu, sesuai jumlah yang ada. “ Nahi ini gimana kita tidak punya uang receh. Mau tukar dimana ini.” kataku dalam hati, sambil memperhatikan sekeliling. Tanya gak ada orang yang tahu. Kebetulah ada seorang TKW sedang lewat, maka saya beranikan diri bertanya. Mbak, kalau tukar uang receh dimana? Saya mau beli karcis gak ada uang receh?!” tanyaku. “ jangan kawatir mas, nanti akan keluar uang kembalian kok”
“ Oh iya?” Jawabku keheranan.
Setelah mendapatkan karcis, saya memasuki stasiun kereta. Saya melihat, setiap orang yang masuk, menempelkan kartunya di tempat yang agak tinggi dimeja disebeluh pintu masuk. Sayapun akhirnya ikut-ikutan menempelkan kartu saya. Tapi pintunya tidak bisa terbuka.” Saya gesek-gesek kartunya, pintu tetap tidak bisa terbuka. Untungnya mbak Puji, begitu nama TKW yang saya kenal itu, melihat kesulitan saya. “eee mas kartunya dimasukkan?” teriaknya dari jauh.
“Hah, dimasukkan. Dimasukkan mana. Wong gak ada lubangnya” kataku dalam hati.
Eeeee ternyata lubangnya ada disamping.
“ Dasar, wong deso, gini aja ora iso “ kata mas Andi
Akhirnya kami sama-sama ngakak, haaaaaa hhhaaaaaaa.
Semoga bermanfaat.
See in the top

0 comments:

Posting Komentar