Mengelola Uang

Alhamdulillah, disela-sela waktu mengunjungi orang tua saya berkesempatan mengunjungi beberapa teman ketika duduk di bangku MtsN(SMP).. Rumah teman tersebut tidak jauh dari rumah mertua, mungkin hanya 2 atau 3 Km saja. Karena itu saya berkunjung ke rumahnya cukup dengan jalan, idep-idep melemaskan kaki. Setelah hampir 17 jam menyetir mobil sendiri.

Karena sejak lulus sekolah MTsN tidak bertemu, maka saya sudah tidak ingat lagi dimana rumahnya. Apalagi sekarang tentu sudah berkeluarga dan memiliki rumah sendiri seperti saya. Setelah dekat dengan lokasi rumah orangtuanya, ada seorang wanita tua yang sedang menyapu halaman rumah. “ Bu, nderek tangklet, ngertas griyane pak Marwat?.” Tanyaku dengan bahasa Jawa.
“ Iku, omah sing dicat kuning iku?”
“ Martur nuwun bu. Kula tak inggal mriko” jawabku sambil berjalan menuju ke rumah warna kuning yang cukup bagus dibandingkan dengan rumah disekitarnya.


Namun rumahnya tertutup dan terkunci dengan rapat. Saya ketuk beberapa kali tidak ada yang membukakanya.
“Bek e pak Marwat neng sawah. Tunggunen neng kene tak celuk no” Teriak si Ibu tua yang tadi saya tanya. Tidak berapa lama muncul dari samping rumah seorang lelaki separo baya, dengan pakaian yang blepotan tanah. Kupandangi terus lelaki itu. Diakah Marwat yang saya cari?. Maklum sudah lebih dari 23 tahun tidak pernah bertemu.

Setelah dia mendekat, “Ya, tidak salah lagi. Dia marwat yang aku cari” kataku dalam hati. Namun saya tetap diam saja. Ingin menguji apakah dia masih ingat saya atau tidak.
“ iki Alif, ngompak ya?” katanya sambil tersenyum.
“Wah hebat, gak lupa ya sama aku”
“Lupa gimana, ingattan saya kan cukup bagus, apalagi pada teman yang mempunyai keistimewaan”
“ Keistimewaan? Keistimewaan apa?” tanyaku tidak paham.
“ Kamu dulu kan termasuk orang yang cerdas. Walaupun kamu tidak rangking 1 atau 2, namun bagiku, kamu adalah rangking 1 yang sebenarnya. Karena kecerdasanmu alami. Sementara kecerdasan teman kita yang rangking 1 dan 2 itu kecerdasan semu. Nyatanya benarkan. Kamu lebih sukses dari mereka?”
“ Dari mana kamu tahu, saya lebih sukses dari mereka? Wong kita baru ketemu sekarang ini sejak lulus?”
“Pokoknya tahu saja.”.
“Kamu lebih sukses, rumahmu besar dan bagus. Bagaimana ceritanya?. Tanyaku ingin tahu aktifitasnya, sambil tengok kanan dan kiri mengagumi keindahan rumahnya.
“Dulu setlah lulus kuliah, saya pergi ke Malaysia. Maklumlah cari kerja kan susah. Mau jadi guru honorer, gajinya un tuk beli sabun saja tidak cukup. Karena itu saya memutuskan pergi ke Malaysia. Namun jika saya tidak salah mungkin apa yang saya miliki jauh lebih banyak dari sekarang.”
“Memangnya kamu disana kerja apa? Lalu kenapa kok salah jalan”
“ Saya di sana kerja sebagai tukang las. Namun gajinya lumayan bahkan cuku besar bagiku. Tapi sayang saya kurang bisa mengelola uang. Maklum bujangan sehingga uang yang ada dipakai untuk berfoya-foya. Saya baru sadar ketika umur sudah mulai tua dan mau menukah.”
“saya kok gak melihat istrimu?”
“Istri saya ke kerja ke luar Negeri”
“ Lo, gimana sih, istri kok disuruh kerja ke luar negeri. Mestinya kamu dong. Laki-laki sebagai kepala rumah tangga’ Katamu sambil sediukit berjanda agar dia tidak tersinggung.
“Aku sudah tua dan tidfak mau kerja ngelas lagi. Saya sayang pada mataku”
“ Andaikan saya tidak salah langkah. Mungkin tidak seperti ini.”
“Rumahmu kan sudah bagus. Bukankah ini sutau keberhasilan?
“ Iya, tetapi untuk di makan diusia tua nanti tidak ada. Karena itu istri saya kerja mengumpulkan modal.”
“Ya, begitulah penyesalan memang datangnya selalu terlambat. Penyesalan terjadi karena kita melakukan sesuatu tanpa ilmu sehingga hasilnya kurang maksimal. Kita menikah, menjadi suami menjadi bapak, karena kita sudah beranjak tua. Namun konyolnya kita memasukinya tanpa dibekali ilmu yang sesuai dan cukup. Padaahal semuanya ada ilmunya. Begitu pula tentang pengelolaan keuangan. Kita tidak mempunyai ilmu yang cukup dan benar untuk mengantarkan menjadi orang yang berkecukupan. Yang kita tahu, kita harus bekerja untuk mendapatkan uang. Lalu uang ynag kita peroleh kita belanjankan sesuai dengan kebutuhan dan keinginan kita. Sementara itu klebutuhan dan keinginan selalu tumbuh sesuai dengan pemasukan keuangan yang ada. Maka tidak heran banyak orang yang merasa tidak pernah uangnya berlebih, walaupun pendapatannya sudah berlipat-lipat dibandingkan pendapat awalnya.”
“Benar sekali apa yang kamu katakan. Itulah yang saya lakukan waktu bujangan dulu”
“ Dan sekarangpun menurutku anda masih kurang benar dalam mengelola uang.? Mestinya pembangunan rumah ditunda dahalu. Sabarlah sedikit. Lalu gunakan uang yang anda miliki sebagai modal usaha atau membeli tanah. Jika anda mempunyai tanah lebih dari 2 hektar saja. Mungkin hari tua keluarga anda akan lebih terjamin. Alhamdulillah saya sadar akan hal ini sejak sebelum saya kawin. Saya menerapkan prinsip gaji manager hidup dengan standar office boy. Bukannya saya pelit. Tetap saya ingin menunda kesengan terlebih dahulu. Ibaratnnya berakit-rakit ke hulu bersenang-senang kemudian”

Saya perhatikan teman saya manggut-mangut. Lalu bagaimana dengan pembaca yang budiman. Berapapun penghasilan anda jika cara penggunaanya salah, maka akan saja selalu habis. Karena itu carilah ilmunya bagaimana mengelola uang dengan baik. Bagaimana caranya uang yang kita miliki itu dapat dirubah menjadi asset yang menghasilkan pemasukan lagi. Sehingga uang anda terus berputar dan berputar. Sehingga income anda akan terus bertambah banyak. Jika kondisi sudah demikian, baru anda boleh sedikit menikmatinya.

Semoga bermanfaat.
See you and the top




0 comments:

Posting Komentar