Berpikir Mikro

Dirumahku, diterapkan aturan tidak boleh menyalakan TV pada malam hari. Aturan itu diambil untuk mengurangi dampak negatip TV terhadap anak-anak. Karena aturan itupun saya akhirnya juga jarang nonton TV, apalagi saya juga sudah muak dengan berita dan acara-acara TV yang hanya menebar berita-berita buruk, pembunuhan, kecelakaan, kerusakan pejabat Negara, pohon tumbang dan perkelaian antara pengiring temanten di daerah yang pelosokpun masuk pemberitaan. Saya tidak tahu apa urgensinya menampilkan berita-berita semacam itu. Apakah hanya untuk memenuhi selera penonton saja yang menginginkan berita keburukan?

Namun akhir-akhir ini saya tertarik dengan berita tentang”Sandal Jepit”. Saya belum tahu persis bagaimana cerita tentang sandal jepit itu. Ketertarikan itu, merayu saya untuk melihat TV, akhirnya mata saya tertuju pada acara TV One, dengan acara Lawyer club, yang membahas tetang, sandal Jepit. Setelah menyaksikan acara tersebut, hati dan pikiran saya menjadi tak karuan, sedih, marah, benci bercampur aduk. Apalagi setelah ditambah dengan pernyataan para petinggi lintas agama yang menyatakan, Negara ini sudah tidak ada pemimpinya lagi. Oh dada ini rasanya sesak. Inikah indonesiaku?


Saya tidak tahu apakah pembaca, juga mengalami hal demikian ketika menyaksikan acara-acara di TV. Andaikan benar sama seperti apa yang saya rasakan, tentu betapa kacaunya hati dan pikiran kita jika setiap hari menyaksikan TV, dengan tayangan seperti itu. Rasa marah, benci dan pesimis bercampur menjadi satu yang pada gilirannya akan menyebabkan gaerah menjadi lemas.

“Lo, kenapa saya jadi begini?” tanyaku dalam, hati ketika menyadari, energiku telah disedot oleh tayangan “sandal jepit”. “aku tidak boleh larut seperti ini. Itu kan permasalahan masyarakat luas, Indonesia. Itu kan permasalahannya, para pemimipin pemimpin kita. Aku tidak boleh termakan oleh isu isu semacam itu. Isu yang menyangkut orang lain saja hatimu seperti itu, apalagi jika menyangkut dirimu sendiri atau keluargamu” batinku terus bergolak.

“ oooo, berarti, kamu egois dong tidak perduli terhadap nasib orang lain” sisi batinku yang lain berteriak.
“Lantas aku harus bagaimana? Marah, benci dan pesimis seperti ini?. Kamu lihat sendiri kan, betapa kacaunya hatiku? Dan akhirnya membuat hari-hariku tidak bergaerah. Apa tidak lebih baik saya abaikan “sandal jepit” itu dan berkarya lebih bermanfaat untuk kebaikan diri, keluarga dan lingkungan sekitar saya. Karena bisanya hanya begini, apa gak sebaiknya ini saja yang saya lakukan?”

Ya , begitulah. Hatiku saling berbantah bantahan. Akhirnya yang menang adalah, saya harus mengenyampingkan cerita”sandal jepit”. Biarlah cerita itu sebagai urusan para petinggi negeri. Jika mereka tidak peduli, biarlah. Yang penting saya tetap bekerja dan berusaha dengan baik, apa yang seharusnya saya lakukan.
Sedangkan tugas saya adalah, bekerja dan berusaha yang terbaik bagi saya keluarga dan lingkungan saya. Ya berpikir mikro, karena saya adalah orang kecil. Orang bawahan. Saya tidak bisa mempengaruhi dunia. Saya hanya bisa mempengaruhi diri saya sendiri untuk bekerja lebih baik. Dan saya tidak mau pengaruh buruk keadaan dunia berpengaruh pada kehidupan saya.
Biarlah dunia kacau, resesi. Yang peting dari saya tidak kacau dan ekonomi saya, perusahaan saya tidak resesi. Saya hanya bisa menjaga keadaan saya.

Saya jadi teringat suatu kisah orang tua orang tetap bersemangat mengembangkan usahanya, meskipun waktu itu perekonomian lagi krisis. Orang tua tersebut melakukan hal itu karena tidak tahu keadaan dunia luar. Namun apa yang pak tua lakukan membuat usahanya tetap berkembang meskipun pesaingnya pada ambruk. Namun ketika anaknya yang kuliah dari kota pulang kampong, merasa heran dan kaget melihat apa yang dilakukan bapaknya. Akhirnya menyuruh bapaknya untuk menghentikan expansinya. Akhirnya tidak berapa lama usaha pak tua bangkrut dan tutup. Karena dia telah mengijinkan suasana krisis ekonomi masuk ke dalam hatinya.

Andaikan pak tua tidak terpengaruh anaknya, barangkali ceritanya lain. Kenapa ? karena paka tua akan terus berusaha untuk membuat usahanya terus berjalan dengan yang membara. Namun ketika anakny mempengaruhi pikiran pak tua, akhirnya pak tua tidak berbuat apa-apa. Memang lagi krisis, mau berbuat apa. Percuma kan?

Ooo tidak. Jika pak tua tidak menyadari bahwa ekonomi lagi krisis, jika dia mengalami penurunan penjualan maka dia akan terus berusaha untuk menjual dan menjual. Namun ketika pak tua menyadari ekonomi sedang krisis, segala usaha yang dilakukan sia sia saja. karena itu lebih baik diam.

See you at the top

0 comments:

Posting Komentar