Setiap kali saya bertemu dengan orang sukses atau membaca biografi orang sukses, hati saya sering panas dingin. Apalagi mereka itu jauh lebih muda sedangkan kesuksesannya jauh lebih besar. Rasa panas dingin itu, bukan berarti, saya iri kepada mereka dan tidak mensyukuri apa yang kami terima selama ini. Tetapi lebih disebabkan oleh rasa penasaran, “Bagaimana ya mereka bisa seperti itu? Masih muda namun kesuksesannya sudah luar biasa?”
Pikiran saya menerawang ke masa silam, apa yang salah dengan diri saya. Sehingga sudah umur kepala empat, kesuksesan yang saya raih belum seberapa. Apa mungkin ini disebabkan oleh ketiadaan mimpi ketika selepas kuliah? Ya, memang benar, jika itu penyebabnya. Saya belum mempunyai mimpi waktu itu. Kalau toh ada mungkin hanya sekedar keinginan yang tidak seberapa jelas sehingga tidak memberi pengaruh apa-apa terhadap kebiasaanku. Walaupun demikian saya merasa bersyukur karena sejak kecil memiliki semangat kerja keras dan tanpa pamrih. Hanya sayang sikap yang baik itu tidak didukung oleh keinginan yang jelas, sehingga tidak bisa dipakai secara maksimal untuk meraih mimpi tersebut. Apa yang diraih, wong tidak ada mimpi atau tujuan.
Baru setelah, bertemu dengan kakak kelas yang sudah menjadi direktur, saya sadar. “ Hey… kamu kalah Lif?, temanmu ada yang sudah jadi direktur?”kataku dalam hati. Sejak saat itu, pikiran dan hatiku terbakar. Saya tahu, saya tidak akan mungkin menjadi Direktur ditempat saya bekerja, karena direkturnya adalah pemilik perusahaan. Satu-satunya cara agar saya dapat menjadi direktur adalah pindah ke perusahaan lain atau mendirikan perusahaan sendiri.
Tetapi rasa malu, sungkan dan merasa nyaman membelenggu kaki dan tangan saya, sehingga saya terus menunda mengambil keputusan. Setelah labih dari empat tahun, dan itupun karena kebetulan niat ingin keluar kerja sudah ketahuan, saya baru bisa terlepas dari belenggu.
Begitu pula tentang keputusan, meminta istri keluar dari pegawai negeri, baru terlaksana setelah 8 tahun, tersiksa mondar-madir Jakarta – Malang.
Kini saya baru menyadari, mungkin ini yang menyebabkan saya tertinggal dari orang lain. Ketiadaan mimpi di masa muda dan kebiasaan menunda. Rasanya lucu jika membayangkan, kenapa saya takut mengambil keputusan keluar dari perusahaan, dan menunda meminta istri keluar dari kerja. Mungkin itulah kelemahan manusia, karena tidak tahu tentang masa depan dan berharap tetap nyaman, sehingga kita tidak berani mengambil keputusan. Betapa banyak orang yang tersiksa ditempat bekerja, mengeluh dan kecewa, menjelek-jelekkan perusahaan, tetapi tetap bertahan ditempat itu. Betapa banyak orang yang sudah mampan dalam karier dan mempunyai usaha yang sudah berjalan dengan baik namun tidak berani mengambil keputusan untuk keluar. Sekali lagi mungkin mereka itu mempunyai alasan yang kuat dan masuk akal. Saya yakin suatu saat, ketika mereka merenung, mereka akan menyesali keputusannya yang sekarang ini. Sebagaimana yang saya rasakan sekarang ini. Kenapa saya menunda?
Yah, nasi sudah menjadi bubur. Waktu sudah lewat. Kita tidak bisa mengulang kembali. Kini dengan waktu yang tersisa saya harus bekerja lebih keras lagi, mengejar ketertinggalan, merangkai mimpi-mimpi tuk menjadi kenyataan. Saya tidak peduli, harus bekerja 10 atau 12 jam sehari. saya tidak peduli walau badan sudah capek. Saya harus tetap berkarya dan berkarya, karena waktu yang tersedia tinggal sebentar lagi. Saya hanya berharap, kerja keras ini, bisa menjadi wasilah untuk menggapai mimpi-mimpiku.
Saya berharap nanti setelah meninggal saya tidak menyesali lagi terhadap apa yang kami lakukan. Saya tinggal berkata “ Ya Allah, hanya inilah yang bisa hamba persembahkan kepadaMu. Kami telah berjuang keras untuk mengumpulkan semua ini. kami telah berjuang keras melawan kemalasan, kebodohan dan kecerohan yang ada pada diriku. Kami berharap Engkau memaafkan segala kekilafan dan kekuranganku. Kini saya hanya berharap kemurahanMu untuk menerima segala perjuanganku dan meridhoiku”
Semoga bermanfaat.
See you at the top
1 comments:
Apa usahanya pak ?
Posting Komentar