Sering kali modal dijadikan sebagai kambing hitam untuk membangun suatu usaha. Sehingga ketika seseorang ditanya kenapa, tidak usaha sendiri? Kenapa usahanya tidak kunjung berkembang. Maka jawaban yang paling enak dan nampaknya masuk akal adalah, tidak ada modal atau kekurangan modal.
Saya teringat pada sebuah kejadian dalam hidup saya. Ketika saya duduk di semester terakhir, saya sempat berkunjung ke rumah paman. Paman tersebut kerabat jauh, karena ini kunjungan pertama kali ke rumah beliau. Setelah berbasa-basi sebentar, lalu paman bertanya “ nanti kalau selesai kuliah mau apa Lif?”.
“Rencana sih mau buka usaha sendiri, namun belum punya modal?” jawab saya setelah beberapa saat terdiam.
“Belum punya modal?. Apa gak salah denger tuh?” jawab paman nampak aneh.
“Orang seperti kamu, dapat kuliah di Universitas terkenal katanya tidak punya modal. Terus bagaimana ya, mereka yang tidak beruntung, yang tidak bisa kuliah?”. Kata paman selanjutnya. Saya hanya diam saja, menunggu kata-kata paman selanjutnya.
“Dengar ya Lif, jika usaha itu perlu modal, memang benar. Namun modal itu bukan hanya berupa uang. Dirimu sendiri itu sudah merupakan modal. Kejujuranmu itu juga merupakan moda. Tekadmu untuk maju, sehingga kamu bisa kuliah meskipun kondisi orang tuamu kekurangan itupun juga merupakan modal. Jadi, jangan mencari yang tidak ada tetapi gunakan sebaik-baiknya apa yang ada. Apa yang kamu miliki sebagai modal untuk membangun usaha kamu”.
Mereka yang memposisikan modal uang sebagai sarana untuk menghambat membangun atau mengembangkan usaha menganggap modal uang masuk dalam daftar resep membangun usaha. Ibarat membuat makanan, kita mengenal resep membuat nasi goreng. Bahan-bahan membuat nasi goreng adalah, nasi, garam, kecap, bumbu dan minyak goreng. Meskipun kita membutuhkan wajan, kompor dan gas, namun kita tidak memasukkannya kedalam resep. Mereka yang menggap modal sebagai penghalang untuk membangun usaha berpikir bahwa, modal uang dianggap sebagai bahan pembuat makanan yang bernama “usaha”. Mereka berpikir modal uang dianggap sebagai nasi dalam resep membuat nasi goreng. Oleh karena tidak ada nasi maka tidak bisa membuat nasi goreng.
Padahal semestinya kita memposisikan modal uang sebagai alat, seperti api dalam membuat nasi goreng. Kita memang tidak bisa membuat nasi goring tanpa api. Namun kita bisa membuat api dari minyak tanah, gas atau api. Kitapun mesti sadar juga bahwa api yang dibutuhkan membuat nasi goreng, hanya secukupnya saja. jika kurang besar apinya, matengnya akan lebih lama atau bahkan tidak mateng-mateng. Namun jika apinya kebesaran maka nasinya akan gosong.
Lalu bagaimana seharusnya kita memposisikan modal uang dalam suatu usaha? Ya letakkan modal uang sebagai alat pendukung percepatan usaha. Namun jangan dijadikan sebagai sesuatu yang amat sangat fital dalam membangun usaha. Jangan jadikan modal uang sebagai alat penyelesai masalah yang serba bisa. Misalnya perusahaan mengalami kekurangan cash flow dikarenakan banyak tagihan yang macet, namun kita mengatakan dikarenakan kekurangan modal. Atau sebenarnya kita tidak bisa mempunyai usaha karena kemalasan kita, lalu dikatakan karena tidak mempunyai modal. Atau usaha kita tidak maju-maju karena tidak bisa meningkatkan penjualan, namun kita mengatakan kekurangan modal, karena tidak ada dana untuk promasi misalnya. Atau perusahaan tidak punya uang karena borosnya pengeluaran kita anggap karena kekurangan modal.
Wah jika begini kasihan ya, modal selalu dijadikan kambing hitam karena ketidak kompetenan kita dalam berusaha, karena payahnya kita dalam mengelola keuangan dan karena kurang semangatnya kita untuk maju. Awas lo nanti anda dituntut oleh “modal” ketika diakhirat? He he he. Karena itu hati-hati kalau ngomong.
Semoga bermanfaat
See you at the top